Pages

Rabu, 16 November 2016

Memperlambat







Lampu lintas ada 3: merah, kuning, dan hijau. Kita semua tahu itu. Merah adalah berhenti, hijau artinya jalan. Lampu kuning? Dalam praktiknya, sering kali kuning artinya tancap gas agar lampu tidak sampai berganti merah. Jika kita tidak buru-buru, saat melihat lampu menyala kuning, saya kadang memperlambat kendaraan. Apa akibatnya? Hal itu kadang justru membuat kendaraan di belakang saya marah. Tapi, harus diakui, kadang saya sendiri jika sedang buru-buru juga kesal jika pengemudi lain berbuat serupa dan menghalangi saya yang ingin segera melaju sebelum lampu berganti merah.

Berlambat-lambat saat kita sedang sangat ingin melakukan sesuatu tampaknya bukanlah hal yang populer, bahkan orang mungkin akan mengatakannya tindakan bodoh. Namun, hal itulah yang seharusnya dilakukan. Lambat untuk berkata-kata, lambat untuk marah, tapi cepat untuk mendengar. Saat mengalami atau menghadapi sesuatu yang tak menyenangkan, marah dan melontarkan berbagai ucapan bahkan caci maki adalah keinginan kita. Sementara mendengarkan adalah satu hal yang paling tidak kita mau.

Bukan berarti marah adalah dosa. Bukan berarti pula bahwa kita dilarang berkata-kata saat kesal. Poinnya adalah memperlambat. Inilah yang sesungguhnya akan menghindarkan kita dari dosa dan akibat-akibat buruk lainnya. Banyak kecelakaan terjadi hanya karena orang justru ngebut saat lampu kuning. Banyak korban tertabrak kereta hanya karena tak mau memperlambat kendaraan saat sinyal kereta api muncul. Banyak masalah, konflik, perpecahan, kesalahpahaman, atau kepahitan bisa kita hindari asal kita mau memperlambat saat emosi mendorong kita meledak, marah dan menuduh macam-macam. Ya, bersabat itu bukan tidak pernah atau dilarang marah. Bersabar pada dasarnya hanya kemampuan memperlambat. Saat kita memperlambat, kita bisa mendengarkan, dan sering kali dari situ kita akan bisa melihat sesuatu secara lebih luas, sheingga kita pun sadar bahwa ternyata bukan amarah dan caci maki yang bisa memperbaiki situasi atau orang itu. Cobalah!





Bersabar adalah memperlambat saat dorongan keinginan dan hawa nafsu ingin kita lebih cepat.


Sabtu, 12 November 2016

Menghitung Mundur







Tikker. Ini bukan sekadar merk arloji biasa. Tikker adalah sebuah jam tangan yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi dan menghitung mundur setiap detik yang tersisa dari kehidupan pemakainya hingga dia meninggal nanti. Setiap sisa hidup si pemakai akan terlihat di jam tangan tersebut. Sebelumnya, pemakai harus mengisi kuesioner pribadi pada riwayat kesehatan mereka, harapan hidup, dan rata-rata kematian manusia. Dari hasil tersebut, penghitungan mundur kematian dimulai. Tentu saja akurasinya tidak mungkin tepat, sebab yang menetukan mati tidaknya kita adalah Tuhan, bukan Tikker. Namun ada pesan penting yang hendak disampaikan oleh Fredrik Colting, pencipta jam Tikker, "Saya pikir kita akan memiliki kehidupan yang lebih baik, membuat pilihan lebih baik, jika kita sadar dan tahu hidup kita akan berakhir, itulah yang ada dalam perspektif kita. Hal-hal yang kecil bisa sangat berharga, jika kita melihat jam tangan ini."

Salomo mengatakan dengan bijak, "Pergi ke rumah duka lebih baik daripada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya." Ketika kita berada di rumah duka, kita diingatkan bahwa sesungguhnya setiap orang tidak bisa menghindar dari kematian. Pada saat umur kita bertambah, sebenarnya "masa kontrak" kita di dunia ini berkurang. Kita sedang menghitung mundur!

Jika kita memikirkan hal ini, maka kita akan lebih bijak dalam menggunakan waktu. Tidak menyia-nyiakan, membuangnya, atau memboroskannya untuk hal-hal yang tidak penting. Semakin kita memikirkan bahwa waktu kita terus berkurang dan tinggal sedikit, sudah seharusnya kita mulai menata hidup dan membuat prioritas hidup yang tepat. Pikirkan kehidupan rohani kita dan hubungan kita dengan Tuhan, Sang Pemberi Waktu. Renungkan bagaimana relasi kita dengan keluarga, sahabat dan sesama. Bagaimana tanggung jawab kita dalam emmberi makna kehidupan, dsb. Kita akan menjalani hidup dengan cara yang berbeda jika kita menganggapnya seolah-olah ini adalah hari terakhir dalam hidup kita.



Pada saat umur kita bertambah, sebenarnya "masa kontrak" kita di dunia ini berkurang.



(taken from Spirit RH, Jan 2016)

Selasa, 08 Maret 2016

Negara Tanpa Ayah







Data Anak-Anak Internasional PBB menyatakan bahwa sekitar 50% anak kulit putih yang lahir di Amerika Serikat akan menghabiskan sebagian masa kanak-kanaknya dalam keluarga dengan ibunya saja. Bagi anak kulit hitam, persentasenya bahkan sekitar 80%! Tidak heran kalau USA Today menyebut Amerika Serikat sebagai "negara nomor satu keluarga tanpa ayah sedunia"! Apakah akibat dari keluarga tanpa ayah ini? Survei Gallup di Amerika Serikat berpendapat bahwa 80% masalah sosial, kriminal, amoralitas, disebabkan karena "ketidakhadiran sosok ayah di rumah". Betapa besar pengaruh seorang ayah dalam keluarga!

Seorang anak memang tidak akan mengatakan secara langsung bahwa hidup mereka menjadi kacau berantakan karena tidak adanya ayah. Beberapa dari antara mereka bahkan merasa bisa bersikap independen dan mengatakan bahwa ayah tidaklah penting bagi mereka. Namun, jauh dari kedalaman hati mereka, mereka tetap saja membutuhkan kehadiran ayah. Ketidakhadiran sang ayah dari kehidupan mereka merupakan tragedi yang menghancurkan kehidupan mereka dan masa depan mereka. Selain masalah sosial, kriminalitas, maupun amoralitas, ketidakhadiran ayah juga membuat anak menjadi pesimis, memiliki sikap yang lemah, dan gampang menyerah kalah. Tak heran kalau ketidakhadiran ayah dalam kehidupan anak, membuat anak lebih sulit melihat masa depan.

Memang kita tidak tinggal di Amerika yang dijuluki "negara nomor satu keluarga tanpa ayah sedunia". Namun, toh jumlah anak yang dibesarkan tanpa ayah di Indonesia juga banyak, bahkan tiap tahun jumlahnya terus meningkat. Bukan tidak mungkin, apa yang terjadi di Amerika sana bisa saja terjadi di Indonesia. Melihat hal tersebut, kita harus benar-benar memperhatikan betapa sakralnya sebuah pernikahan. Perceraian tidak hanya sekandar mengandaskan sebuah pernikahan, tapi hal itu juga berarti bahwa anda juga sedang menciptakan anak-anak yang rapuh.



80% masalah sosial, kejahatan, amoral disebabkan karena ketidakhadiran ayah.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...