Pages

Selasa, 08 Oktober 2013

Blak-Blakan







"Daripada berhadapan dengan orang yang bermuka dua yang plin-plan, tidak tulus dan suka cari muka, lebih baik saya berhadapan dengan orang yang blak-blakan dan apa adanya." Kita sering mendengar ucapan seperti itu. Memang sikap jujur, terbuka, terus terang dan blak-blakan jauh lebih positif dibandingkan sikap bermuka dua. Namun kita juga perlu ingat bahwa seringkali niat kita untuk bersikap terbuka, terus terang dan blak-blakan itu justru menuai masalah, sakit hati, dan perselisihan. Blak-blakan itu boleh-boleh saja, namun alangkah baiknya jika itu disampaikan dengan penuh hikmat.

Seorang wanita sedang memilih-milih sepatu dan seorang pelayan toko berusaha membantu wanita tersebut memilihkan sepatu yang pas. Namun, setelah sekian lama masih sulit juga menemukan sepatu yang pas. Setelah mengetahui masalahnya, pelayan toko itu berkata dengan jujur dan terus terang, "Maaf Bu, saya tidak dapat menemukan sepatu yang cocok untuk anda karena kaki anda besar sebelah." Mendengar kata-kata tersebut, kontan saja wanita tersebut marah besar. Kebetulan sang manajer mengetahui hal tersebut dan ia segera turun tangan untuk melayani wanita tersebut.

Ajaibnya, wanita tersebut reda amarahnya, bahkan akhirnya melakukan penjualan. Si pelayan toko menjadi heran dan akhirnya bertanya kepada manajer, "Saya mengatakan hal yang sama dan wanita itu tersinggung." Manajer itu menjawab, "Tidak sama. Saya berkata kepadanya kalau sepatu yang dia pilih terlalu besar dan dia harus memilih sepatu yang model dan ukurannya spesial."

Manajer tersebut melakukan hal yang sama dengan pelayan toko itu, yaitu bersikap terus terang. Namun ketika dia menggunakan kalimat yang tepat, maka hasilnya bisa berbeda jauh. Kita bisa belajar bahwa bersikap terus terang dan blak-blakan itu sah-sah saja, tapi usahakan diri kita memilih kalimat atau kata-kata yang lembut. Praktikkan hal ini, maka kita tidak perlu kompromi dengan hal yang salah dan pada saat yang bersamaaan kita bisa menegur dan menasihati tanpa menimbulkan luka hati pada orang yang menerimanya. Seni berkomunikasi seperti ini sangat dibutuhkan dalam hubungan rumah tangga, keluarga, bahkan dalam kehidupan kita sehari-hari.


Berterus terang atau blak-blakan tidak selalu berarti menimbulkan luka hati bagi orang yang mendengarnya.


Sabtu, 08 Juni 2013

Anak Lelaki Bernama 'Luke'








Di sebuah kota di California, tinggal seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun yang bernama Luke. Luke gemar bermain bisbol. Ia bermain pada sebuah tim bisbol di kotanya yang bernama Little League. Luke bukanlah seorang pemain yang hebat. Pada setiap pertandingan, ia lebih banyak menghabiskan waktunya di kursi pemain cadangan. Akan tetapi, ibunya selalu hadir di setiap pertandingan untuk bersorak dan memberikan semangat saat Luke dapat memukul bola maupun tidak.

Kehidupan Sherri Collins, ibu Luke, sangat tidak mudah. Ia menikah dengan kekasih hatinya saat masih kuliah. Kehidupan mereka berdua setelah pernikahan berjalan seperti cerita dalam buku-buku roman. Namun, keadaan itu hanya berlangsung sampai pada musim dingin saat Luke berusia tiga tahun. Pada musim dingin, di jalan yang berlapis es, suami Sherri meninggal karena mobil yang ditumpanginya bertabrakan dengan mobil yang datang dari arah berlawanan. Saat itu, ia dalam perjalanan pulang dari pekerjaan paruh waktu yang biasa dilakukannya pada malam hari.

"Aku tidak akan menikah lagi," kata Sherri kepada ibunya. "Tidak ada yang dapat mencintaiku seperti dia". "Kau tidak perlu meyakinkanku," sahut ibunya sambil tersenyum. Ia adalah seorang janda dan selalu memberikan nasihat yang dapat membuat Sherri merasa nyaman. "Dalam hidup ini, ada seseorang yang hanya memiliki satu orang saja yang sangat istimewa bagi dirinya dan tidak ingin terpisahkan untuk selama-lamanya. Namun jika salah satu dari mereka pergi, akan lebih baik bagi yang ditinggalkan untuk tetap sendiri daripada ia memaksakan mencari penggantinya."

Sherri sangat bersyukur bahwa ia tidak sendirian. Ibunya pindah untuk tinggal bersamanya. Bersama-sama, mereka berdua merawat Luke. Apapun masalah yang dihadapi anaknya, Sherri selalu memberikan dukungan sehingga Luke akan selalu bersikap optimis. Setelah Luke kehilangan seorang ayah, ibunya juga selalu berusaha menjadi seorang ayah bagi Luke.

Kamis, 06 Juni 2013

Sang Gadis Penyendiri







Telanjang kaki dan kotor, si gadis hanya duduk dan mengamati orang-orang lewat. Ia tak pernah mencoba untuk berbicara, ia tak pernah mengatakan sepatah kata pun. Banyak orang berlalu, tetapi tak seorang pun berhenti. Hari selanjutnya saya memutuskan untuk pergi kembali ke taman, penasaran jika sang gadis kecil masih berada di situ. Tepat di tempat yang sama ketika ia berada di hari kemarin, ia duduk di tempat yang agak tinggi dengan wajah termurung di matanya.

Hari ini saya melakukan gerakan pertama saya dan berjalan menghampiri si gadis kecil. Seperti yang kita semua tahu, sebuah taman penuh dengan orang asing bukanlah tempat yang baik untuk anak kecil bermain sendiri. Sebagaimana saya mulai berjalan menghampiri dirinya, saya bisa melihat di balik pakaian si gadis kecil punggungnya memiliki kelainan. Saya merasa itulah alasan orang-orang hanya melewatinya saja dan tidak melakukan apapun untuk menolong. Sebagaimana saya mendekat, si gadis kecil memalingkan matanya untuk menghindari pandangan saya yang intens. Saya bisa melihat bentuk punggungnya lebih jelas. Bentuknya sangatlah bungkuk.

Saya tersenyum kepadanya agar ia tahu bahwa itu baik-baik saja. Saya berada di situ untuk menolong, untuk berbicara dengannya. Saya duduk di sampingnya dan membuka percakapan dengan Hello yang sederhana. Si gadis kecil terlihat terkejut dan dengan gagap mengucapkan "hai" setelah menatap lama kedua mata saya. Saya tersenyum dan ia dengan malu-malu tersenyum kembali. Kami berbicara hingga hari menjadi gelap dan taman pun menjadi kosong melompong. Semua orang telah pergi dan kami pun akhirnya tinggal berdua saja.

Saya bertanya kepada si gadis kecil mengapa ia sangat begitu sedih. Si gadis kecil melihat kepada saya dan dengan wajah sedih berkata, "Karena saya berbeda." Saya dengan cepat berkata, "Anda memanglah begitu!" dan tersenyum. Si gadis kecil terlihat lebih kecil, ia berkata, "Ya, anda pun tahu."

 "Gadis kecil," ujar saya, "Anda mengingatkanku kepada seorang malaikat, manis dan lugu."

 Ia menatap saya dan tersenyum, dengan pelan ia berdiri, dan berkata, "Benarkah?"

 "Ya sayang, kamu seperti malaikat penjaga kecil yang dikirimkan untuk mengamati setiap orang yang berjalan lalu."

Gadis kecil itu menganggukkan kepalanya dan tersenyum, kemudian tiba-tiba ia melebarkan kedua sayap di balik punggungnya dan berkata, "Memang. Sayalah malaikat penjaga anda," dengan sebuah kerlipan di matanya. Saya tak bisa berkata apa-apa. Sudah pasti saya baru saja melihat hal yang ajaib. Katanya, "Anda telah berpikir bagi orang lain daripada diri anda sendiri. Tugas saya di sini telah selesai."

Lalu, saya pun langsung berdiri dan bertanya, "Tunggu, lalu mengapa tak seorang pun berhenti untuk menolong seorang malaikat?" Ia menatap saya dan tersenyum, "Andalah satu-satunya yang dapat melihat saya, dan anda mempercayai itu dalam hati anda." Dan ia pun pergi. Dan dengan itu hidup saya pun berubah dramatis. Maka, ketika anda berpikir bahwa anda hanya memiliki diri anda sendiri, ingatlah, ada penghuni Surgawi yang selalu mengamati anda.




Anda tidak sendirian.
Ada hal besar yang tak terlihat oleh mata mendampingi hidup anda.


Rabu, 05 Juni 2013

Kekuatan Kasih







Pada suatu hari ada seseorang bertanya, "Mengapa ada beberapa orang yang mampu melewati badai cobaan paling dahsyat dalam hidupnya dan tetap berdiri tegar, sementara beberapa lainnya selalu mengeluh terus tentang setiap gangguan kecil dalam hidupnya dan akhirnya semakin terpuruk?"

Ramesh menjelaskan-nya dalam kisah yang sangat indah ini:

Suatu saat, hidup seorang yang sangat dipenuhi oleh roh kasih dalam hidupnya. Ketika ia meninggal, semua orang mengira bahwa manusia sepertinya pasti langsung masuk ke surga. Tetapi karena sesuatu dan lain hal, Malaikat di surga berbuat kesalahan. Ia kelewatan nama orang itu dan berpikir karena orang tersebut tidak terdaftar di surga, maka tempatnya adalah di 'tempat yang lain' dan ia pun langsung mengirimnya ke neraka!

Dan di neraka, tidak ada yang men-cek reservasi anda. Semua yang dibuang di sana adalah penghuni abadi. Jadi, begitulah orang tersebut tinggal tanpa membantah karena ia berpikir mungkin dia belum layak untuk tinggal di surga. Hanya seminggu kemudian, Raja Iblis pergi ke surga. Marah-marah menuduh bahwa Kerajaan Surga telah melakukan terorisme di neraka.

"Ada apa?" tanya Malaikat surga.

Sang Raja Iblis berteriak dengan murka. "Apa maksud kalian mengirim orang ini ke neraka. Dia benar-benar merusak tempatku. Sejak awal, dia tidak pernah membalas siapa pun yang menyakitinya. Malahan ia selalu mendengarkan, mengasihi dan menghibur yang lain. Sekarang semua penghuni di sekeliling orang ini mulai saling memeluk dan mengasihi satu dengan lainnya. Ini bukan neraka yang ku-kehendaki. Ini orangnya aku kembalikan, aku tidak perduli. Pokoknya aku tidak bisa menerimanya di kerajaan-ku!"

Dan Ramesh menutup ceritanya dengan berkata, "Maka, hiduplah dengan penuh cinta dan kasih dalam hatimu, sehingga apa pun yang terjadi denganmu, sampai sekalipun malaikat melakukan kesalahan dan mengirim-mu ke neraka, Sang Iblis sendiri yang akan mengantarmu kembali ke surga."

Selasa, 04 Juni 2013

Kisah Ratu Victoria







Tuhan masih bekerja, dan Ia bekerja dengan berbagai cara, besar ataupun kecil. Billy Graham pernah menulis sebuah cerita, "Kereta ekspres Inggris membelah malam, lampu besarnya yang terang menyinari malam. Ratu Victoria menjadi penumpang kereta itu. Tiba-tiba teknisi melihat sesuatu yang mengejutkan. Di tengah cahaya lampu kereta tampak sosok asing yang mengenakan jubah hitam sedang berdiri di tengah rel dan melambaikan tangannya.

Teknisi menyambar rem dan menghentikan kereta api itu dengan mendadak. Ia dan rekan-rekannya turun dari kereta untuk melihat apa yang telah menghentikan mereka. Namun, mereka tidak dapat menemukan jejak sosok asing tadi. Mengikuti perasaannya, teknisi itu lalu berjalan beberapa meter menyusuri rel. Tiba-tiba ia berhenti dan menatap kabut dengan ngeri. Sebuah jembatan yang akan mereka lewati tiba-tiba rubuh di hadapan mereka. Jembatan itu tercebur ke dalam sungai yang deras.

Seandainya teknisi tadi tidak memperhatikan sosok seperti hantu itu, kereta apinya akan tercebur ke dalam sungai. Setelah jembatan dan rel itu diperbaiki, para pekerja melakukan pencarian lebih seksama terhadap orang asing pengibar bendera tersebut. Akan tetapi, setelah sampai di London barulah mereka memecahkan misteri tersebut. Di dasar lampu besar kereta, teknisi menemukan seekor ngengat besar yang sudah mati. Ia memeriksanya sejenak, kemudian mengikuti dorongan hatinya. Ia membasahi sayapnya dan menempelkannya di kaca lampu. Ia naik kembali kereta, menyalakan lampu dan melihat si "Pengibar bendera" di tengah cahayanya, seperti yang dilihatnya beberapa detik sebelum kereta sampai di jembatan yang hanyut.

Dalam kabut ia tampak seperti sosok hantu yang melambai-lambaikan lengannya. Ketika Ratu Victoria diberi tahu tentang kejadian aneh tersebut, ia mengatakan, "Saya yakin itu bukan suatu kebetulan. Itu adalah cara Tuhan melindungi kita." Tidak, sosok yang dilihat oleh teknisi di cahaya lampu itu memang bukanlah sosok malaikat... namun demikian, Allah sangat mungkin melalui pelayanan malaikat-malaikatNya yang tidak nampak, telah meletakkan ngengat itu di kaca lampu tepat di saat dan di tempat yang diperlukan.

Sabtu, 25 Mei 2013

Lifetime






Hampir kebanyakan barang elektronik memiliki usia hidup atau yang lebih dikenal dengan istilah lifetime. Misalnya, kamera yang sering kita gunakan ternyata memiliki lifetime tersendiri, rata-rata memiliki usia hidup 100.000 jepretan. Televisi LCD memiliki usia sekitar 30.000 jam. Lampu juga memiliki usia sekitar 5.000 jam. Itu sebabnya tidak ada barang elektronik yang memberi garansi seumur hidup karena memang segala sesuatu ada batas usianya.

Hal menarik lainnya yang perlu kita tahu adalah, cara kita menggunakan dan merawat barang-barang elektronik tersebut juga sangat menentukan apakah perangkat elektronik tersebut sudah rusak sebelum waktunya, atau bisa berumur lebih panjang dari seharusnya.

Manusia juga punya usia hidup atau lifetime. Harapan hidup manusia masa kini sekitar 60-70 tahun, bahkan tak jarang kita menemui orang-orang yang meninggal sebelum waktu tersebut. Mengapa demikian? Bisa saja disebabkan karena kita memperlakukan tubuh kita secara asal-asalan, sembrono, sembarangan dan tidak memeliharanya dengan baik. Namun di luar itu, bisa juga karena memang Tuhan yang punya kehendak berbeda.

Nah, jika ingin perangkat elektronik kita berumur panjang, maka kita harus menjaga dan merawatnya dengan baik. Demikian juga kalau kita ingin umur kita panjang, maka kita harus menghargai kehidupan yang telah Tuhan percayakan ini dan memeliharanya dengan sungguh-sungguh. Mulai dari hal-hal kecil seperti berikut ini: berapa kali dalam seminggu kita berolahraga, apakah kita menjaga pola makan dan kebiasaan hidup yang sehat, apakah kita menjaga agar pikiran tidak stres sehingga akhirnya mengganggu kesehatan kita?




Cara kita memelihara tubuh kita menunjukkan apakah kita menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan.


Rabu, 15 Mei 2013

Jujur = Hancur




Seorang raja hendak mewariskan kerajaannya kepada salah satu di antara lima anaknya. Untuk menentukan siapa yang paling tepat menggantikannya, raja tersebut membuat sayembara. Kelima pangeran diberi sebatang pohon yang harus dipanggul dari istana ke sebuah desa. Barangsiapa yang berhasil tiba lebih dulu di desa itu, maka dialah yang akan menjadi raja. Mereka semua bersemangat memanggul balok pohon yang berat itu. Satu jam kemudian mereka merasa kepayahan dan salah seorang dari antara mereka mulai curang. Ia memotong batang kayu tersebut sehingga menjadi pendek dan lebih ringan. Melihat kecurangan itu, yang lain juga tak mau kalah sehingga mereka ikut-ikutan curang. Hanya si bungsu yang ngotot dengan pendiriannya untuk tak bersikap curang. Akibatnya bisa ditebak, si bungsu terseok-seok dan tertinggal jauh.

Sampailah si bungsu di jurang yang memisahkan kerajaan dan desa tersebut. Ia melihat semua saudaranya termangu-mangu di bibir jurang karena batang kayunya tidak cukup panjang untuk menjadi jembatan akibat sudah mereka potong sebelumnya. Tidak ada jembatan untuk bisa menyeberang ke desa tersebut kecuali menggunakan batang kayu utuh yang memang sudah diukur raja agar bisa menjadi jembatan. Kejujuran akhirnya menang dan kecurangan berakhir dengan kekalahan.

Dalam bahasa Jawa, ada ungkapan bernada satir, jujur berarti ajur (ajur = hancur). Demikian juga dalam bahasa Jawa ada ungkapan yang berkata, "Zaman edan yen ora ngedan ora keduman." Artinya, di zaman yang bobrok dan penuh kecurangan ini banyak orang ikut menghalalkan segala cara. Namun, firman Tuhan mengingatkan agar kita hidup di dalam kejujuran, kesetiaan, dan memiliki integritas. Sekalipun banyak orang hidup dalam kecurangan, jangan pernah kita menjadi larut dengan dunia dan ikut-ikutan melakukannya. Yakinlah bahwa kebenaran dan kejujuran tak akan pernah kalah oleh kecurangan. Setiap tindakan kejujuran yang kita hari ini pasti akan kita tuai suatu hari nanti. Demikian juga kecurangan yang kita lakukan hari ini pasti akan memunculkan akibat di kelak kemudian hari.


Jujur bukan berarti ajur. Jujur justru mujur!


Selasa, 14 Mei 2013

Cara Pandang







Seorang ahli reparasi televisi baru saja tiba di rumah sepasang suami sitri lansia. Mereka baru saja memanggilnya karena TV mereka tampak buram. Namun, begitu mengetuk pintu rumah tersebut, si istri langsung membuka pintu dengan wajah tampak tersipu-sipu.

"Maaf, Pak. Saya tidak jadi membetulkan pesawat TV saya. Ternyata tidak ada masalah dengan TV-nya." 

"Oh, ya? Lalu, apa yang terjadi?" Tanya si ahli reparasi.

Si istri hanya tersenyum dan berkata pelan, "Kami tadi tanpa sadar saling tertukar memakai kacamata. Saya memakai kacamata suami, dan sebaliknya."

Cara pandang. Dalam hidup manusia memang sangat banyak dipengaruhi oleh cara pandang mereka atas segala sesuatu. Contoh yang paling menarik adalah kisah Daud dan Goliat. Sejarah mencatat bangsa Israel begitu gentar pada Goliat. Selain karena dia adalah prajurit terlatih, dia juga punya tubuh yang sangat besar. Bahkan para prajurit Israel yang terlatih pun, dan juga Raja Saul yang punya tubuh lebih besar dari rata-rata orang Israel gentar menghadapi Goliat. Tapi, mengapa Daud yang masih remaja berani menantang Goliat? Jawabannya sekali lagi adalah pada cara pandang. Saul dan para prajurit Israel takut karena membandingkan diri mereka dengan Goliat. Sementara Daud membandingkan Goliat dengan Tuhan.

Ada nasihat berkata, "Jika anda mengeluh lelah berjalan kaki karena belum memiliki kendaraan, bandingkan dengan mereka yang bahkan tidak punya kaki."




Saat melihat masalah besar, ingat bahwa sumber kekuatan kita adalah dari Allah yang Maha Besar.



Jumat, 03 Mei 2013

Slow Down, God is Still in Heaven





You are not responsible for doing 
it all yourself, right now.
 Remember a happy, peaceful time in your past. 
Rest there. Each moment has richness that takes a lifetime to savor. 
Set your own pace. 
When someone is pushing you, it's OK to tell them they're pushing. 

Take nothing for granted: 
watch water flow, the corn grow, the leaves blow, your neighbor mow. 
Taste your food. God gives it to delight as well as to nourish. 
Notice the sun and the moon as they rise and set. 
They are remarkable for their steady pattern of movement, not their speed. 

 Quit planning how you're going to use what you know, learn, or possess. 
God's gifts just are; be grateful and their purpose will be clear. 
When you talk with someone, don't think about what you'll say next. 
Thoughts will spring up naturally if you let them. 
Talk and play with children. 
It will bring out the unhurried little person inside you. 

Create a place in your home... at your work...in your heart... 
where you can go for quiet and recollection. 
You deserve it. 
Allow yourself time to be lazy and unproductive. 
Rest isn't luxury; it's a necessity. 
Listen to the wind blow. 
It carries a message of yesterday, tomorrow and now. 
NOW counts. 

 Rest on your laurels. 
They bring comfort whatever their size, age, or condition. 
Talk slower. Talk less. Don't talk. 
Communication isn't measured by words. 
Give yourself permission to be late sometimes. 
Life is for living, not scheduling. 
 Listen to the song of a bird; the complete song. 
Music and nature are gifts, but only if you are willing to receive them. 
Take time just to think. 
Action is good and necessary, but it's fruitful only if we muse, ponder, and mull. 
Make time for play - the things you like to do. 
Whatever your age, your inner child needs re-creation. 

Watch and listen to the night sky. It speaks. 
Listen to the words you speak, especially in prayer. 
Learn to stand back and let others take their turn as leaders. 
There will always be new opportunities for you to step out in front again. 

 Divide big jobs into little jobs. 
If God took six days to create the universe, can you hope to do any better? 
When you find yourself rushing & anxious, stop. 
Ask yourself "WHY?" you are rushing and anxious. 
The reasons may improve your self-understanding. 
Take time to read. 
Thoughtful reading is enriching reading. 

Direct your life with purposeful choices, not with speed and efficiency. 
The best musician is one who plays with expression and meaning, not the one who finishes first. 
Take a day off alone; make a retreat. 
You can learn from monks and hermits without becoming one. 
Pet a furry friend. 
You will give and get the gift of now. 

Work with your hands. It frees the mind. 
Take time to wonder. 
Without wonder, life is merely existence. 
Sit in the dark. 
It will teach you to see and hear, taste and smell. 

 Once in a while, turn down the lights, the volume, the throttle, the invitations. 
Less really can be more. 
Let go. 
Nothing is usually the hardest thing to do but often it is the best. 
Take a walk-but don't go anywhere. 
If you walk just to get somewhere, you sacrifice the walking.

~Joel Osteen

Kamis, 02 Mei 2013

Benar-Benar Kaya





Alkisah di sebuah kota kecil, ada seorang kaya yang sangat sombong. Suatu hari ketika ia sedang berjalan-jalan, seorang pengemis tanpa sengaja menabraknya. Merasa kesal dengan kecerobohan si pengemis, ia menjadi marah. Dengan emosi ia berkata, "Dasar pengemis bodoh, berani-beraninya kamu menabrak saya. Kamu tidak tahu siapa saya?"

Dengan ketakutan, pengemis itu berkata, "Maaf, Tuan. Saya benar-benar tidak sengaja, tapi... sebenarnya Tuan ini siapa?" Orang kaya itu pun menjawa dengan sombongnya, "Saya orang yang paling kaya di kota ini!" Mendengar hal itu, dengan polos pengemis itu berkata, "Maaf, Tuan. Tapi setahu saya, orang yang paling kaya di kota ini adalah tukang kayu yang tinggal di ujung jalan. Ia sering kali mengundang para pengemis seperti saya ini untuk makan di rumahnya." Mendengar perkataan pengemis itu, orang kaya tertunduk malu. Ia juga tahu sepak terjang si tukang kayu yang sebenarnya hidup dalam kekurangan, namun selalu berbagi.

Dunia memuja materi. Itulah sebabnya banyak orang terjebak dalam sebuah pemahaman yang keliru. Kaya miskin semata-mata diukur atas dasar materi, padahal kelimpahan materi tidak otomatis membuat seseorang menjadi kaya. Sama seperti kekurangan materi sebenarnya tidak lantas membuat seseorang menjadi miskin.

Ketahuilah, kekayaan tidak berbicara tentang berapa banyak yang seseorang miliki, melainkan tentang berapa banyak yang ia bagikan. Ketika seseorang mau berbagi dengan sesamanya sekalipun tidak memiliki materi yang berlimpah. Sesungguhnya, ia adalah seorang yang kaya. Sebaliknya, seseorang yang tidak pernah berbagi dengan sesamanya sekalipun memiliki materi yang berlimpah, ia adalah seorang yang miskin.

Apapun keadaan anda saat ini, milikilah pemahaman yang benar tentang "kaya" dalam arti yang sesungguhnya. Untuk menjadi kaya, anda tidak perlu menunggu sampai mengalami kelimpahan materi. Ketika anda rela membagikan apa yang anda miliki untuk memberkati sesama sekalipun sedikit, sesungguhnya anda sudah kaya. Untuk anda yang berlimpah materi, belajarlah berbagi. Ketika anda berbagi, sesungguhnya anda sempurna di hadapan Allah.



Bukan seberapa banyak yang kita dapatkan, tapi seberapa banyak yang kita bagikan.


Rabu, 01 Mei 2013

Selalu Bersyukur






Tidak semua orang mampu mensyukuri apa yang mereka miliki. Betapa sering kita bersungut-sungut dan mempersalahkan Tuhan ketika doa-doa kita belum dikabulkan atau ketika kita tidak menerima sesuai yang kita minta. Bagaimanapun keadaannya, Tuhan mengingatkan kita untuk mengucap syukur senantiasa di dalam segala perkara, karena itulah yang dikehendaki Tuhan. Mengucap syukur dalam segala perkara berarti tidak hanya mengucap syukur dalam situasi-situasi yang menyenangkan saja, melainkan dalam setiap situasi, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah.

Mengapa? Seperti yang Tuhan janjikan bahwa Ia tidak akan pernah meninggalkan kita dan Ia turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia. Ada kalanya Tuhan mengizinkan kita untuk mengalami situasi-situasi yang sangat tidak memungkinkan untuk mengucap syukur, tetapi sebenarnya kita akan selalu menemukan alasan untuk tetap mengucap syukur kepada Allah.

Saya pernah membaca kalimat, “Jika engkau tidak memiliki apa yang engkau inginkan, mengucap syukurlah untuk sesuatu yang tidak engkau inginkan namun engkau memilikinya.” Lihatlah betapa banyak pemberian di dalam hidup kita yang mungkin tidak pernah kita minta atau bahkan tidak kita inginkan, tetapi Tuhan mengaruniakannya. Kalau kita selalu membandingkan diri dengan orang lain, maka kita tidak akan sanggup bersyukur bahkan untuk perkara-perkara besar sekalipun.

Orang-orang yang menyadari bahwa mereka telah menerima banyak yang baik dari Tuhan dan meyakini bahwa kasih setia Tuhan tidak pernah berubah sekalipun sekeliling mereka berubah, merekalah yang dapat senantiasa mengucap syukur. Daripada bersungut-sungut dan menyesali diri, lebih baik bersyukur karena ada kekuatan di dalam pengucapan syukur.

Pernahkah kita merasakan bahwa semakin kita mengucap syukur, semakin kita merasa lega dan semakin kita bersungut-sungut semakin terasa berat beban kita? Hari ini bagaimanapun keadaan anda, kuatkanlah hati anda untuk mengucap syukur kepada Tuhan dan percayalah kepadaNya dengan segenap hati.

Kita mengucap syukur bukan agar hati Tuhan senang, lalu Ia memberkati dan memberikan jalan keluar bagi kita, tetapi karena sudah sepatutnya kita mengucap syukur kepada-Nya karena Ia setia dan baik. Untuk membawa kita pada rencana agung-Nya, mungkin saja Allah memakai cara-cara yang tidak kita inginkan.

Ketika kita menilai itu dari sudut pandang kita yang penuh keterbatasan, kita akan bersungut-sungut dan tidak bersyukur. Tetapi, cobalah memandang segala sesuatunya dari sudut pandang Allah, maka kita akan dimampukan untuk mengucap syukur dalam segala perkara.



Ucapan syukur memampukan kita bertahan menghadapi suatu keadaan.


Selasa, 30 April 2013

Kasih Terbesar






“Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.”




Pada suatu siang, sebuah peluru mortir mendarat di sebuah panti asuhan yang terletak di perkampungan kecil Vietnam. Seorang petugas panti asuhan dan dua orang anak langsung tewas, sedangkan beberapa anak lainnya terluka, termasuk seorang gadis kecil yang berusia sekitar 8 tahun. Orang-orang dari kampung tersebut segera meminta pertolongan medis dari kota terdekat. Akhirnya, seorang dokter Angkatan Laut Amerika dan seorang perawat dari Perancis yang kebetulan berada di kota itu bersedia menolong. Dengan membawa Jeep yang berisi obat-obatan dan perlengkapan medis, mereka berangkat menuju panti asuhan tersebut.

Setelah melihat keadaan gadis kecil itu, dokter menyimpulkan bahwa anak tersebut sudah dalam keadaan yang sangat kritis. Tanpa tindakan yang cepat, anak itu akan segera meninggal kehabisan darah. Transfusi darah adalah jalan terbaik untuk keluar dari masa kritisnya. Dokter dan perawat tersebut segera mengadakan pengujian singkat kepada orang-orang di panti asuhan, termasuk anak-anak untuk menemukan golongan darah yang cocok dengan gadis kecil itu. Dari pengujian tersebut ditemukan beberapa orang anak yang memiliki kecocokan darah dengan gadis kecil itu.

Sang dokter yang tidak begitu lancar berbahasa Vietnam berusaha keras menerangkan kepada anak-anak tersebut bahwa gadis kecil itu hanya bisa ditolong dengan menggunakan darah salah satu anak-anak itu. Kemudian, dengan berbagai bahasa isyarat, tim medis menanyakan apakah ada di antara anak-anak itu yang bersedia menyumbangkan darahnya bagi si gadis kecil yang terluka parah. Permintaan itu ditanggapi dengan diam seribu bahasa.

Setelah agak lama, seorang anak mengacungkan tangannya perlahan-lahan, tetapi dalam keraguan ia menurunkan tangannya lagi, walaupun sesaat kemudian ia mengacungkan tangannya lagi.

 “Oh, terima kasih,” kata perawat itu terpatah-patah.

“Siapa namamu?”

“Heng,” jawab anak itu.

Heng kemudian dibaringkan ke tandu, lengannya diusap dengan alkohol, dan kemudian sebatang jarum dimasukkan ke dalam pembuluh darahnya. Selama proses ini Heng terbaring kaku, tidak bergerak sama sekali. Namun, beberapa saat kemudian ia menangis terisak-isak, dan dengan cepat menutupi wajahnya dengan tangannya yang bebas.

 “Apakah engkau kesakitan, Heng?” tanya dokter itu.

Heng menggelengkan kepalanya, tetapi tidak lama kemudian Heng menangis lagi, kali ini lebih keras. Sekali lagi dokter bertanya, apakah jarum yang menusuknya tersebut membuatnya sakit, tetapi Heng menggelengkan kepalanya lagi. Tangisan Heng pun tidak juga berhenti dan malah makin memilukan. Mata Heng terpejam rapat, sedangkan tangannya berusaha menutup mulutnya untuk menahan isakan tangis. Tim medis menjadi khawatir dan mengkhawatirkan ada sesuatu yang tidak beres.

Untunglah seorang perawat asli Vietnam segera datang. Melihat anak kecil itu yang tampak tertekan, ia kemudian berbicara cepat dalam bahasa Vietnam. Perawat Vietnam itu mendengarkan jawaban anak itu dengan penuh perhatian, dan lalu perawat itu menjelaskan sesuatu pada Heng dengan nada suara yang menghibur. Anak itu mulai berhenti menangis dan menatap lembut mata perawat Vietnam itu beberapa saat. Ketika perawat Vietnam itu mengangguk, tampak sinar kelegaan menyinari wajah Heng.

Sambil melihat ke atas, perawat itu berkata lirih kepada dokter Amerika tersebut, “Ia mengira bahwa ia akan mati. Ia salah paham. Ia mengira anda memintanya untuk memberikan seluruh darahnya agar gadis kecil itu tetap hidup.”

 “Tetapi kenapa ia tetap mau melakukannya ?” tanya sang perawat Perancis dengan heran. Perawat Vietnam itu kembali bertanya kepada Heng dan anak lelaki itu menjawab dengan singkat, “Ia sahabat saya.”

(Seperti yang ditulis oleh Kolonel dr. John W. Mansur, - termuat dalam buku “The Missileer”, New York, 2004)

Senin, 29 April 2013

Blind Spot Area





Semua atlet profesional memiliki pelatih. Bahkan, pegolf sehebat Tiger Woods sekalipun juga memiliki pelatih. Padahal jika mereka berdua disuruh bertanding, jelas Tiger Woods yang akan memenangkan pertandingan tersebut. Mungkin kita bertanya-tanya, mengapa Tiger Woods butuh pelatih kalau jelas-jelas dia lebih hebat dari pelatihnya? Kita harus tahu bahwa Tiger Woods butuh pelatih bukan karena pelatihnya lebih hebat, namun karena ia butuh seseorang untuk melihat hal-hal yang tidak dapat dia lihat sendiri.

Hal-hal yang tidak dapat kita lihat dengan mata sendiri itulah yang disebut dengan blind spot atau titik buta. Kita hanya bisa melihat blind spot tersebut dengan bantuan orang lain. Saat selesai makan, kadangkala masih ada saja sisa makanan yang menyangkut di gigi kita. Entah itu kulit cabai atau sayuran yang lain. Itulah blind spot yang tidak bisa kita lihat sendiri. Kita butuh orang lain untuk mengingatkan kita tentang 'kecelakaan penampilan' seperti itu.

Hal yang sama juga berlaku dalam hidup kita. Kita butuh orang lain untuk melihat apa yang tidak dapat kita lihat. Kita selalu membutuhkan seseorang untuk mengawal kehidupan kita, sekaligus untuk mengingatkan kita seandainya prioritas hidup kita mulai bergeser. Kita butuh orang lain untuk menasihati, mengingatkan, bahkan menegur jika kita mulai melakukan sesuatu yang keliru, yang bahkan kita tidak pernah menyadarinya.

Kerendahan hati kita untuk menerima kritikan, nasihat dan teguran itulah yang justru menyelamatkan kita. Kita bukanlah manusia sempurna. Biarkanlah orang lain menjadi "mata" kita di area blind spot kita sehingga kita bisa melihat apa yang tidak bisa kita lihat dengan pandangan diri kita sendiri.





Kita butuh orang lain untuk membantu kita melihat apa yang selama ini kita tidak bisa lihat.



(taken from rh spirit, oktober, 2011)

Minggu, 28 April 2013

Kearifan Emas.






Seorang pemuda mendatangi Zun-Nun dan bertanya, "Guru, saya tak mengerti mengapa orang seperti anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana. Bukankah di masa seperti ini berpakaian sebaik-baiknya amat diperlukan? Bukan hanya untuk penampilan, melainkan juga untuk banyak tujuan lain?"

Sang guru hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya lalu berkata, "Sobat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi terlebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?"

Melihat cincin Zun-Nun yang kotor, pemuda tadi merasa ragu. "Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu."

"Cobalah dulu, sobat muda. Siapa tahu kamu berhasil."

Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak. Tentu saja pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Ia kembali ke padepokan Zun-Nun dan melapor, "Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dari satu keping perak."

Zun-Nun sambil tetap tersenyum arif berkata, "Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian."

Pemuda itu bergegas pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada Zun-Nun dengan raut wajah yang lain. Ia kemudian melapor, "Guru, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar."

Zun-Nun tersenyum simpul sambil berujar lirih, "Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya. Hanya ‘para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar' yang menilai demikian. Namun tidak bagi ‘pedagang emas'."

"Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu butuh proses, wahai sobat mudaku. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata emas."

Sabtu, 27 April 2013

Seorang yang Bijaksana







Pada suatu hari ada seorang pemimpin paduan suara yang hendak memimpin paduan suaranya untuk menyanyikan lagu-lagu yang telah disiapkan di depan para hadirin yang memenuhi gedung konser. Jumlah anggota paduan suaranya kurang lebih 15 orang saja. Ketika mereka mulai menyanyi, sang pemimpin mulai merasakan suasana yang tidak enak. Ternyata ada yang fals. Karena fals, sang pemimpin paduan suara mulai diam dan mengamati. Namun, tidak ada lagi suara fals itu.

Kemudian, sang pemimpin bernyanyi lagi bersama-sama anggotanya, suara fals itu terdengar kencang. Sang pemimpin berhenti dan mengamati siapa biangnya? Namun, tidak lama kemudian ketahuan. Biangnya adalah sang pemimpin itu sendiri. Suara fals itu terdengar lantang karena sang pemimpin bernyanyi menggunakan pengeras suara. Ternyata, ketika sang pemimpin paduan suara berusaha mencari sumber masalah, dia sendirilah sumbernya.

Perumpamaan di atas mengingatkan kita untuk tidak menganggap diri sendiri selalu benar dan kemudian menyalahkan orang lain. Orang yang menganggap diri sendiri selalu benar pada akhirnya tidak mau belajar untuk berubah, padahal perubahan itu mutlak. Kalau seseorang tidak berubah, pada waktunya ia akan digilas oleh zaman dan tidak akan pernah menjadi pribadi yang lebih baik.

Seseorang yang menganggap dirinya bijak pastilah merasa tidak pernah salah. Kata 'sempurna' mungkin akan selalu dilekatkan pada dirinya, namun pada kenyataannya tidak ada manusia yang sempurna. Hanya satu pribadilah yang sempurna di dunia ini, yaitu Tuhan sendiri. Bijaksana memang harus dikejar. Namun, menganggap diri sendiri bijak sangatlah berbahaya. Ketika kita berpikir kita bijaksana, sesungguhnya itu adalah suatu kesombongan.

Sebelum kita melihat orang lain, kita perlu melihat diri sendiri dulu setiap saat. Belajar dari kesalahan juga mutlak dibutuhkan. Jangan menuduh orang lain terlebih dahulu sebelum berintrospeksi dan memeriksa diri sendiri. Jangan-jangan kita ini yang justru menjadi sumber masalahnya. Jangan sampai kita yang jadi malu sendiri nantinya.




Jangan menganggap diri bijak. Itulah bijak!


Jumat, 26 April 2013

Salah Alamat





Jamey Rodemayer adalah seorang remaja berusia 14 tahun yang berasal dari Buffalo, New York. Ia diketemukan tewas bunuh diri di rumahnya karena tidak tahan terus menerus dilecehkan oleh teman-temannya yang menganggap dia seorang gay. Sebenarnya niatan bunuh diri itu sudah ditulisnya di dalam blog pribadinya. Ia berharap dengan menuliskan curahan hatinya itu ia akan mendapatkan pertolongan atau setidaknya ada yang peduli padanya untuk mencegahnya melakukan tindakan bunuh diri itu.

Ada yang menulis, "Jamie bodoh, gay, gendut, dan jelek. Dia harus mati!" Ada pula yang menulis, "Aku tidak peduli kalau dia mati. Tak ada yang peduli. Jadi, lakukan saja." Tak ada yang mau mendengarkan dia.

Apa yang dilakukan Jamey adalah salah alamat. Ia justru datang kepada orang yang tidak tepat. Ia mengharapkan orang-orang akan menolongnya, tapi ia tidak datang kepada Tuhan. Ia mengandalkan orang lain untuk menolongnya dan bukan mengandalkan Tuhan.

Di dalam keputusasaan datanglah kepada Tuhan. Jangan biarkan justru iblis yang menguasai hati dan pikiran kita sehingga kita melakukan langkah keliru. Alamat pasti yang kita tuju adalah Tuhan. Bukan orang lain. Orang lain tak akan mampu memahami diri kita sedalam Tuhan memahami diri kita. Hari ini, biarlah kita diingatkan kembali untuk meminta pertolongan Tuhan sebagai langkah pertama. Memang Tuhan bisa memakai orang terdekat kita seperti sahabat, orang tua, guru untuk menolong kita, jika pada awalnya kita datang kepada Tuhan sebagai alamat pertama yang kita tuju. Ingat bahwa alamat yang kita tuju sangat menentukan seperti apa kita mendapatkan jawaban. Jika alamatnya saja sudah keliru, bisa dipastikan kita mendapatkan jawaban yang keliru juga.



Jika kita datang ke alamat yang tepat, maka kita akan mendapatkan jawaban yang tepat pula.

Selasa, 23 April 2013

Kekuatan Berpikir Positif







Suatu ketika seorang pria asing menelepon Norman Vincent Peale yang adalah seorang penulis buku “The Power of Positive Thinking”. Pria asing tersebut tampak sedih. Tidak ada lagi yang dimilikinya dalam hidup ini. Norman mengundang pria itu untuk datang ke kantornya.

“Semuanya telah hilang. Tak ada harapan lagi,” kata pria itu.

“Aku sekarang hidup dalam kegelapan yang amat dalam. Aku telah kehilangan hidup ini.

Norman Vincent Peale tersenyum penuh simpati.

“Mari kita pelajari keadaan anda,” kata Norman dengan lembut.

Pada selembar kertas ia menggambar sebuah garis lurus dari atas ke bawah tepat di tengah-tengah halaman. Ia menyarankan agar pada kolom kiri pria itu menuliskan apa-apa yang telah hilang dari hidupnya, sedangkan pada kolom kanan, ia menulis apa-apa yang masih tersisa.

“Kita tak perlu mengisi kolom sebelah kanan,” kata pria itu tetap dalam kesedihan.

“Aku sudah tak punya apa-apa lagi.”

“Lalu, kapan kau bercerai dari istrimu?” tanya Norman.

“Hei, apa maksudmu? Aku tidak bercerai dari istriku. Ia amat mencintaiku!“

“Kalau begitu bagus sekali,” sahut Norman penuh antusias.

“Mari kita catat itu sebagai nomor satu di kolom sebelah kanan “Istri yang amat mencintai”. Nah, sekarang kapan anakmu itu masuk penjara?”

“Anda ini konyol sekali. Tak ada anakku yang masuk penjara!”

“Bagus! Itu nomor dua untuk kolom sebelah kanan “Anak-anak tidak berada dalam penjara.” kata Norman sambil menuliskannya di atas kertas tadi. Setelah beberapa pertanyaan dengan nada yang serupa dilontarkan, akhirnya pria itu menangkap apa maksud Norman dan tertawa pada diri sendiri.

“Menggelikan sekali. Betapa segala sesuatunya berubah ketika kita berpikir dengan cara seperti itu,” katanya.

Seorang yang bijak pernah berkata bahwa bagi hati yang sedih, lagu yang riang pun terdengar memilukan. Sedangkan orang bijak yang lain berkata, sekali pikiran negatif terlintas di pikiran, dunia pun akan terjungkir balik.

Maka, mulailah hari dengan selalu berpikir positif.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...