Pages

Sabtu, 25 Mei 2013

Lifetime






Hampir kebanyakan barang elektronik memiliki usia hidup atau yang lebih dikenal dengan istilah lifetime. Misalnya, kamera yang sering kita gunakan ternyata memiliki lifetime tersendiri, rata-rata memiliki usia hidup 100.000 jepretan. Televisi LCD memiliki usia sekitar 30.000 jam. Lampu juga memiliki usia sekitar 5.000 jam. Itu sebabnya tidak ada barang elektronik yang memberi garansi seumur hidup karena memang segala sesuatu ada batas usianya.

Hal menarik lainnya yang perlu kita tahu adalah, cara kita menggunakan dan merawat barang-barang elektronik tersebut juga sangat menentukan apakah perangkat elektronik tersebut sudah rusak sebelum waktunya, atau bisa berumur lebih panjang dari seharusnya.

Manusia juga punya usia hidup atau lifetime. Harapan hidup manusia masa kini sekitar 60-70 tahun, bahkan tak jarang kita menemui orang-orang yang meninggal sebelum waktu tersebut. Mengapa demikian? Bisa saja disebabkan karena kita memperlakukan tubuh kita secara asal-asalan, sembrono, sembarangan dan tidak memeliharanya dengan baik. Namun di luar itu, bisa juga karena memang Tuhan yang punya kehendak berbeda.

Nah, jika ingin perangkat elektronik kita berumur panjang, maka kita harus menjaga dan merawatnya dengan baik. Demikian juga kalau kita ingin umur kita panjang, maka kita harus menghargai kehidupan yang telah Tuhan percayakan ini dan memeliharanya dengan sungguh-sungguh. Mulai dari hal-hal kecil seperti berikut ini: berapa kali dalam seminggu kita berolahraga, apakah kita menjaga pola makan dan kebiasaan hidup yang sehat, apakah kita menjaga agar pikiran tidak stres sehingga akhirnya mengganggu kesehatan kita?




Cara kita memelihara tubuh kita menunjukkan apakah kita menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan.


Rabu, 15 Mei 2013

Jujur = Hancur




Seorang raja hendak mewariskan kerajaannya kepada salah satu di antara lima anaknya. Untuk menentukan siapa yang paling tepat menggantikannya, raja tersebut membuat sayembara. Kelima pangeran diberi sebatang pohon yang harus dipanggul dari istana ke sebuah desa. Barangsiapa yang berhasil tiba lebih dulu di desa itu, maka dialah yang akan menjadi raja. Mereka semua bersemangat memanggul balok pohon yang berat itu. Satu jam kemudian mereka merasa kepayahan dan salah seorang dari antara mereka mulai curang. Ia memotong batang kayu tersebut sehingga menjadi pendek dan lebih ringan. Melihat kecurangan itu, yang lain juga tak mau kalah sehingga mereka ikut-ikutan curang. Hanya si bungsu yang ngotot dengan pendiriannya untuk tak bersikap curang. Akibatnya bisa ditebak, si bungsu terseok-seok dan tertinggal jauh.

Sampailah si bungsu di jurang yang memisahkan kerajaan dan desa tersebut. Ia melihat semua saudaranya termangu-mangu di bibir jurang karena batang kayunya tidak cukup panjang untuk menjadi jembatan akibat sudah mereka potong sebelumnya. Tidak ada jembatan untuk bisa menyeberang ke desa tersebut kecuali menggunakan batang kayu utuh yang memang sudah diukur raja agar bisa menjadi jembatan. Kejujuran akhirnya menang dan kecurangan berakhir dengan kekalahan.

Dalam bahasa Jawa, ada ungkapan bernada satir, jujur berarti ajur (ajur = hancur). Demikian juga dalam bahasa Jawa ada ungkapan yang berkata, "Zaman edan yen ora ngedan ora keduman." Artinya, di zaman yang bobrok dan penuh kecurangan ini banyak orang ikut menghalalkan segala cara. Namun, firman Tuhan mengingatkan agar kita hidup di dalam kejujuran, kesetiaan, dan memiliki integritas. Sekalipun banyak orang hidup dalam kecurangan, jangan pernah kita menjadi larut dengan dunia dan ikut-ikutan melakukannya. Yakinlah bahwa kebenaran dan kejujuran tak akan pernah kalah oleh kecurangan. Setiap tindakan kejujuran yang kita hari ini pasti akan kita tuai suatu hari nanti. Demikian juga kecurangan yang kita lakukan hari ini pasti akan memunculkan akibat di kelak kemudian hari.


Jujur bukan berarti ajur. Jujur justru mujur!


Selasa, 14 Mei 2013

Cara Pandang







Seorang ahli reparasi televisi baru saja tiba di rumah sepasang suami sitri lansia. Mereka baru saja memanggilnya karena TV mereka tampak buram. Namun, begitu mengetuk pintu rumah tersebut, si istri langsung membuka pintu dengan wajah tampak tersipu-sipu.

"Maaf, Pak. Saya tidak jadi membetulkan pesawat TV saya. Ternyata tidak ada masalah dengan TV-nya." 

"Oh, ya? Lalu, apa yang terjadi?" Tanya si ahli reparasi.

Si istri hanya tersenyum dan berkata pelan, "Kami tadi tanpa sadar saling tertukar memakai kacamata. Saya memakai kacamata suami, dan sebaliknya."

Cara pandang. Dalam hidup manusia memang sangat banyak dipengaruhi oleh cara pandang mereka atas segala sesuatu. Contoh yang paling menarik adalah kisah Daud dan Goliat. Sejarah mencatat bangsa Israel begitu gentar pada Goliat. Selain karena dia adalah prajurit terlatih, dia juga punya tubuh yang sangat besar. Bahkan para prajurit Israel yang terlatih pun, dan juga Raja Saul yang punya tubuh lebih besar dari rata-rata orang Israel gentar menghadapi Goliat. Tapi, mengapa Daud yang masih remaja berani menantang Goliat? Jawabannya sekali lagi adalah pada cara pandang. Saul dan para prajurit Israel takut karena membandingkan diri mereka dengan Goliat. Sementara Daud membandingkan Goliat dengan Tuhan.

Ada nasihat berkata, "Jika anda mengeluh lelah berjalan kaki karena belum memiliki kendaraan, bandingkan dengan mereka yang bahkan tidak punya kaki."




Saat melihat masalah besar, ingat bahwa sumber kekuatan kita adalah dari Allah yang Maha Besar.



Jumat, 03 Mei 2013

Slow Down, God is Still in Heaven





You are not responsible for doing 
it all yourself, right now.
 Remember a happy, peaceful time in your past. 
Rest there. Each moment has richness that takes a lifetime to savor. 
Set your own pace. 
When someone is pushing you, it's OK to tell them they're pushing. 

Take nothing for granted: 
watch water flow, the corn grow, the leaves blow, your neighbor mow. 
Taste your food. God gives it to delight as well as to nourish. 
Notice the sun and the moon as they rise and set. 
They are remarkable for their steady pattern of movement, not their speed. 

 Quit planning how you're going to use what you know, learn, or possess. 
God's gifts just are; be grateful and their purpose will be clear. 
When you talk with someone, don't think about what you'll say next. 
Thoughts will spring up naturally if you let them. 
Talk and play with children. 
It will bring out the unhurried little person inside you. 

Create a place in your home... at your work...in your heart... 
where you can go for quiet and recollection. 
You deserve it. 
Allow yourself time to be lazy and unproductive. 
Rest isn't luxury; it's a necessity. 
Listen to the wind blow. 
It carries a message of yesterday, tomorrow and now. 
NOW counts. 

 Rest on your laurels. 
They bring comfort whatever their size, age, or condition. 
Talk slower. Talk less. Don't talk. 
Communication isn't measured by words. 
Give yourself permission to be late sometimes. 
Life is for living, not scheduling. 
 Listen to the song of a bird; the complete song. 
Music and nature are gifts, but only if you are willing to receive them. 
Take time just to think. 
Action is good and necessary, but it's fruitful only if we muse, ponder, and mull. 
Make time for play - the things you like to do. 
Whatever your age, your inner child needs re-creation. 

Watch and listen to the night sky. It speaks. 
Listen to the words you speak, especially in prayer. 
Learn to stand back and let others take their turn as leaders. 
There will always be new opportunities for you to step out in front again. 

 Divide big jobs into little jobs. 
If God took six days to create the universe, can you hope to do any better? 
When you find yourself rushing & anxious, stop. 
Ask yourself "WHY?" you are rushing and anxious. 
The reasons may improve your self-understanding. 
Take time to read. 
Thoughtful reading is enriching reading. 

Direct your life with purposeful choices, not with speed and efficiency. 
The best musician is one who plays with expression and meaning, not the one who finishes first. 
Take a day off alone; make a retreat. 
You can learn from monks and hermits without becoming one. 
Pet a furry friend. 
You will give and get the gift of now. 

Work with your hands. It frees the mind. 
Take time to wonder. 
Without wonder, life is merely existence. 
Sit in the dark. 
It will teach you to see and hear, taste and smell. 

 Once in a while, turn down the lights, the volume, the throttle, the invitations. 
Less really can be more. 
Let go. 
Nothing is usually the hardest thing to do but often it is the best. 
Take a walk-but don't go anywhere. 
If you walk just to get somewhere, you sacrifice the walking.

~Joel Osteen

Kamis, 02 Mei 2013

Benar-Benar Kaya





Alkisah di sebuah kota kecil, ada seorang kaya yang sangat sombong. Suatu hari ketika ia sedang berjalan-jalan, seorang pengemis tanpa sengaja menabraknya. Merasa kesal dengan kecerobohan si pengemis, ia menjadi marah. Dengan emosi ia berkata, "Dasar pengemis bodoh, berani-beraninya kamu menabrak saya. Kamu tidak tahu siapa saya?"

Dengan ketakutan, pengemis itu berkata, "Maaf, Tuan. Saya benar-benar tidak sengaja, tapi... sebenarnya Tuan ini siapa?" Orang kaya itu pun menjawa dengan sombongnya, "Saya orang yang paling kaya di kota ini!" Mendengar hal itu, dengan polos pengemis itu berkata, "Maaf, Tuan. Tapi setahu saya, orang yang paling kaya di kota ini adalah tukang kayu yang tinggal di ujung jalan. Ia sering kali mengundang para pengemis seperti saya ini untuk makan di rumahnya." Mendengar perkataan pengemis itu, orang kaya tertunduk malu. Ia juga tahu sepak terjang si tukang kayu yang sebenarnya hidup dalam kekurangan, namun selalu berbagi.

Dunia memuja materi. Itulah sebabnya banyak orang terjebak dalam sebuah pemahaman yang keliru. Kaya miskin semata-mata diukur atas dasar materi, padahal kelimpahan materi tidak otomatis membuat seseorang menjadi kaya. Sama seperti kekurangan materi sebenarnya tidak lantas membuat seseorang menjadi miskin.

Ketahuilah, kekayaan tidak berbicara tentang berapa banyak yang seseorang miliki, melainkan tentang berapa banyak yang ia bagikan. Ketika seseorang mau berbagi dengan sesamanya sekalipun tidak memiliki materi yang berlimpah. Sesungguhnya, ia adalah seorang yang kaya. Sebaliknya, seseorang yang tidak pernah berbagi dengan sesamanya sekalipun memiliki materi yang berlimpah, ia adalah seorang yang miskin.

Apapun keadaan anda saat ini, milikilah pemahaman yang benar tentang "kaya" dalam arti yang sesungguhnya. Untuk menjadi kaya, anda tidak perlu menunggu sampai mengalami kelimpahan materi. Ketika anda rela membagikan apa yang anda miliki untuk memberkati sesama sekalipun sedikit, sesungguhnya anda sudah kaya. Untuk anda yang berlimpah materi, belajarlah berbagi. Ketika anda berbagi, sesungguhnya anda sempurna di hadapan Allah.



Bukan seberapa banyak yang kita dapatkan, tapi seberapa banyak yang kita bagikan.


Rabu, 01 Mei 2013

Selalu Bersyukur






Tidak semua orang mampu mensyukuri apa yang mereka miliki. Betapa sering kita bersungut-sungut dan mempersalahkan Tuhan ketika doa-doa kita belum dikabulkan atau ketika kita tidak menerima sesuai yang kita minta. Bagaimanapun keadaannya, Tuhan mengingatkan kita untuk mengucap syukur senantiasa di dalam segala perkara, karena itulah yang dikehendaki Tuhan. Mengucap syukur dalam segala perkara berarti tidak hanya mengucap syukur dalam situasi-situasi yang menyenangkan saja, melainkan dalam setiap situasi, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah.

Mengapa? Seperti yang Tuhan janjikan bahwa Ia tidak akan pernah meninggalkan kita dan Ia turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia. Ada kalanya Tuhan mengizinkan kita untuk mengalami situasi-situasi yang sangat tidak memungkinkan untuk mengucap syukur, tetapi sebenarnya kita akan selalu menemukan alasan untuk tetap mengucap syukur kepada Allah.

Saya pernah membaca kalimat, “Jika engkau tidak memiliki apa yang engkau inginkan, mengucap syukurlah untuk sesuatu yang tidak engkau inginkan namun engkau memilikinya.” Lihatlah betapa banyak pemberian di dalam hidup kita yang mungkin tidak pernah kita minta atau bahkan tidak kita inginkan, tetapi Tuhan mengaruniakannya. Kalau kita selalu membandingkan diri dengan orang lain, maka kita tidak akan sanggup bersyukur bahkan untuk perkara-perkara besar sekalipun.

Orang-orang yang menyadari bahwa mereka telah menerima banyak yang baik dari Tuhan dan meyakini bahwa kasih setia Tuhan tidak pernah berubah sekalipun sekeliling mereka berubah, merekalah yang dapat senantiasa mengucap syukur. Daripada bersungut-sungut dan menyesali diri, lebih baik bersyukur karena ada kekuatan di dalam pengucapan syukur.

Pernahkah kita merasakan bahwa semakin kita mengucap syukur, semakin kita merasa lega dan semakin kita bersungut-sungut semakin terasa berat beban kita? Hari ini bagaimanapun keadaan anda, kuatkanlah hati anda untuk mengucap syukur kepada Tuhan dan percayalah kepadaNya dengan segenap hati.

Kita mengucap syukur bukan agar hati Tuhan senang, lalu Ia memberkati dan memberikan jalan keluar bagi kita, tetapi karena sudah sepatutnya kita mengucap syukur kepada-Nya karena Ia setia dan baik. Untuk membawa kita pada rencana agung-Nya, mungkin saja Allah memakai cara-cara yang tidak kita inginkan.

Ketika kita menilai itu dari sudut pandang kita yang penuh keterbatasan, kita akan bersungut-sungut dan tidak bersyukur. Tetapi, cobalah memandang segala sesuatunya dari sudut pandang Allah, maka kita akan dimampukan untuk mengucap syukur dalam segala perkara.



Ucapan syukur memampukan kita bertahan menghadapi suatu keadaan.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...